Pages

Tampilkan postingan dengan label politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label politik. Tampilkan semua postingan

Senin, 20 Juni 2011

antara Darsem, kartini, malinda, nunun.

Darsem termenung sendiri, merenungi putaran waktu ke depan, putaran hidup mati dirinya yang bergantung pada mata uang. Pemerintah tempat dirinya mengais rezeki menjatuhkan hukuman mati dengan tuduhan melakukan pembunuhan pada majikannya, beruntung ahli waris sang majikan dapat membiarkan Darsem hidup bila membayar uang denda sebesar 2 juta real, dan Darsem harus mencari sejumlah uang tersebut agar masih bisa menikmati sisa umurnya.

Umur Darsem ditentukan sejumlah uang.

Niat merantau ke negeri orang bagi Darsem memang sudah kuat melekat dalam darahnya, merantau untuk menukar nasibnya agar lebih baik, hidup di kampungnya terasa amat sulit, bahkan terlalu sulit sekadar untuk dibayangkan, bagi Darsem kerja keras di negerinya sendiri tidak menjamin bisa membekali hidupnya juga keluarganya.

Lapangan pekerjaan sulit, banyak orang yang bergelar sarjana bekerja semerawutan, terpaksa bekerja bukan pada bidang disiplin ilmu yang bertahun-tahun dicari dibangku sekolah, yang penting kerja bisa makan, syukur-syukur kalau ada tabungan.

Pemerintah sedang sibuk memerangi korupsi, walau cuma perang dingin. Tiap hari semakin banyak koruptor, semakin sedikit yang bisa dimasukan ke bui, malah makin banyak koruptor yang kabur dan tidak kembali. Jadi harap maklum kalau untuk lapangan pekerjaan tidak begitu diperhatikan, toh pemerintah berpikir rakyat di negeri ini selalu banyak akal agar bisa menyuapkan sepiring nasi pada mulut mereka, rakyat negeri ini bisa berpikir sendiri bagaimana caranya agar tetap bertahan hidup.

Karena sudah tidak bisa berpikir untuk bertahan hidup di kampungnya, dan atas restu keluarganya maka berangkatlah Darsem ke tanah Arab menjadi tenaga kerja Indonesia, sebagai seorang perempuan kampung menjadi pembantu rumah tangga rasanya mampu dilakukan Darsem, gaji dari Arab yang dijanjikan lumayan besar bila ditukar dengan nilai mata uang kampungnya, selain itu Darsem pun berharap bisa menunaikan ibadah Haji.

Darsem hijrah bersama ribuan perempuan lainnya ke Arab, mencari kerja, meninggalkan suami, anak-anak, orang tua dan semua orang yang mereka cintai di kampung mereka, di tanah air mereka.

Jasa para perempuan itu juga teramat besar pada bangsa ini, triliunan rupiah mereka
sumbangkan untuk negerinya, mereka turut meyokong pembangunan, menjadi pahlawan perempuan setelah Kartini, Cut Nya Dien dan pahlawan wanita lainnya, mengorbankan keringat mereka, mengorbankan rasa rindu mereka pada keluarga dalam menyumbang devisa.

Darsem makin termenung.

Mengingat peristiwa yang terjadi pada diri dan majikannya, terpaksa Darsem membunuh karena sang majikan tidak bisa mengatur birahi, tidak bisa membuang rasa nafsu pada istrinya sendiri. Darsem bukanlah perempuan yang gampang menyerah, perempuan yang tanpa malu harus pulang membawa anak dari hasil merantaunya. Darsem melawan, meninju, membunuh majikannya, sang majikan tewas bersama hawa nafsunya

Darsem menyadari tindakannya teramat nekat, dalam perjalanan kasusnya dia amat berharap ada perhatian dari pemerintah negerinya, ada pembelaan untuk dirinya, pembelaan bagi pahlawan devisa.

Namun dia sadar dengan alasan kedatangan dirinya ke tanah Arab melalui jasa tenaga kerja yang ilegal mungkin kedutaan tidak begitu bisa membantu, apalagi membelanya. Darsem sadar akan banyak lahir Darsem-Darsem yang lainnya apabila jasa tenaga kerja ilegal terus dibiarkan berkembang di negerinya, pemerintah tidak serius memperbaiki pengiriman tenaga kerja ke negara-negara lain dengan terus membiarkan banyaknya jasa tenaga kerja ilegal.

Pahlawan devisa bagi Darsem adalah julukan yang tidak dia mengerti walau dia tahu ada pepatah yang mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya. Mungkin devisanya yang dianggap pahlawan, bukan para pekerja yang telah menyumbangkannya.

Darsem tersenyum dalam lamunannya, andai dia tidak bisa mengumpulkan uang sebanyak 2 juta real, jika pemerintah tidak membantu, dia akan mati sebagai pahlawan paling tidak bagi dirinya sendiri yang telah berjuang melawan hawa nafsu majikannya.

Senyumnya makin lebar, ketika dalam lamunannya Darsem berani mensejajarkan dirinya dengan Kartini, pahlawan wanita idamannya, wanita yang dinilai telah berjuang memperjuangkan hak-hak perempuan, seorang perempuan Jawa yang berjuang melalui tulisan suratnya sampai pada masa perempuan di saat itu dapat memperoleh kesempatan untuk belajar seperti kaum lelaki, perempuan Jawa yang telah melahirkan kata emansipasi.

Darsem tersenyum, tersenyum dan tersenyum pada lamunannya. Tanpa malu Darsem merasa dirinya lebih baik dari Malinda, dari Nunun, dirinya merasa lebih mulia dari kedua perempuan itu walau bekerja hanya sebagai pembantu rumah tangga, dia telah menyumbang devisa bagi negerinya sedangkan perempuan-perempuan itu menggerogoti kekayaan bangsanya.

Darsem tersenyum walau nyawa di ujung tanduk.

Senyuman Darsem, lamunannya hilang ketika seorang pengacara hukum keluarga almarhum majikannya menghampiri ditemani petugas.

"Assallamualaikum Ibu Darsem."

"Waalaikumsallam," jawab Darsem penuh ketenangan, penuh percaya diri.

"Apakah Ibu didampingi seorang pengacara atau adakah kantor kedutaan mengirim seseorang sebagai pembela ibu dalam kasus ini?"

"Tidak Tuan, saya seorang diri, pembelaan diri saya percayakan pada kuasa Allah, pada kekuatan doa-doa yang dikirimkan oleh keluarga dan orang-orang yang saya cintai di Tanah Air, doa dari orang-orang yang menghargai jasa pahlawan."

"Satu lagi Tuan, saya tidak banyak berharap pada pemerintah negeri saya untuk membela saya, untuk bisa menebus, bisa membebaskan, bisa membiarkan saya kembali menikmati hidup, karena pemerintah saya tidak akan mengeluarkan uang sepeser pun, pemerintah saya sudah bangkrut," ujar Darsem sambil terus tersenyum.

para donatur mengumpulkan dana untuk membantu keluarga ruyati

Keluarga almarhumah tenaga kerja Indonesia (TKI) Ruyati menerima santunan sebesar Rp97.325.600.

"Sudah diterima oleh anak almarhumah, Evi Kurnia," kata Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP3TKI) Jakarta Delta saat dihubungi dari Jakarta, Senin (20/6).

Delta mengatakan, santunan itu diserahkan oleh Deputi Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Bidang Perlindungan Lisna Y Poeloengan di rumah duka almarhumah di Kampung Ceger RT/RW 003/01, Desa Sukadarma, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

Santunan sebesar Rp97.325.600 itu terdiri atas klaim asuransi sebesar Rp45 juta, uang duka dari konsorsium asuransi Rp20 juta, uang duka dari PT Dasa Graha Utama sebesar Rp10 juta ditambah penggantian tujuh bulan (sebelumnya disebutkan tiga bulan) gaji yang belum terbayar sebesar Rp12.325.600, uang duka dari Kemenakertrans Rp5 juta, dan uang duka dari BNP2TKI Rp5 juta.

Kepala BNP2TKI Moh Jumhur Hidayat menjelaskan, sebagian besar santunan itu diperoleh melalui pertemuan BNP2TKI dengan perusahaan jasa TKI yang menempatkan Ruyati ke Arab Saudi, dan pihak asuransi yang bertanggung jawab dalam pembayaran klaimnya, Senin ini di kantor BNP2TKI.

"Santunan tersebut sebagai wujud komitmen dan niat baik yang kami sampaikan," katanya.

Jumhur juga meminta pihak keluarga yang ditinggalkan almarhumah tabah dalam menghadapi musibah yang menimpa almarhumah.

Minggu, 19 Juni 2011

SD Muhammadiyah 11 mengadakan aksi mendukung kejujuran test

Lebih dari 700 orang yang terdiri dari para guru, murid, dan wali murid SD Muhammadiyah 11 Surabaya melakukan 'Aksi 1000 Tanda Tangan Dukung Pendidikan dengan Nilai-Nilai Kejujuran'.

Aksi yang berlangsung sejak pukul 07.00 WIB di depan Gedung Bhara Whira Sasana Polrestabes Surabaya, tak lepas dari rasa keprihatinan lunturnya kejujuran hampir di setiap aspek kehidupan bangsa, termasuk di dunia pendidikan.

Kasus terungkapnya contek massal di SDN Gadel II Surabaya dan SDN Pesanggrahan 06 Jakarta sesungguhnya merupakan tamparan keras bagi dunia pendidikan di tanah air.
Sekolah yang seharusnya menjadi gerbang kedua setelah keluarga dalam membentuk karakter kejujuran pada generasi muda, ternyata juga tak luput dari virus ketidakjujuran. Yang menarik, dalam aksi ini dua orang personel polisi pun ikut bergabung memberikan tanda tangan sebagai dukungan terhadap aksi dukung kejujuran ini.

Aksi 1000 tanda tangan di kain putih yang dilakukan oleh murid dan Wali murid dari SD Muhammadiyah 11 Surabaya adalah bentuk dukungan dan penghargaan kepada Alif, Ny Siami, Muhammad Abrari Pulungan, dan Ny Irma Winda Lubis yang telah berani mengungkap praktek ketidakjujuran di dunia pendidikan.

"Terungkapnya kasus contek massal tersebut, hendaknya bisa menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk melakukan instropeksi total. Masa karena malu kalau muridnya tidak lulus, maka dengan segala cara dilakukan. Saya kira praktek semacam itu hanya akan membentuk generasi yang rapuh dan tidak berintegritas," ujar Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 11 (Muhlas) Irwan, M.Pd.I disela-sela acara Pelepasan Siswa Kelas 6 dan Pembagian Raport kenaikan kelas 1-5 di Gedung Bhara Whira Sasana Polrestabes Surabaya,Minggu (19/6/2011).

Praktek kecurangan dalam dunia pendidikan sesungguhnya sangat bertentangan dengan UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional terutama pada Pasal 3. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Meski sorot matahari begitu terik saat aksi berlangsung, namun tak mengurangi antusiasme yang besar dari para guru, murid, dan wali murid SD Muhammadiyah 11 Surabaya dalam ikut memberikan dukungan pada gerakan moral ini. Tidak hanya tanda tangan, beberapa wali murid juga menuliskan pesan-pesan moral diatas spanduk, diantaranya: "Cintai Kejujuran, Negara Jujur Rakyat Makmur, Kejujuran Tak Boleh Ditawar, Kejujuran adalah Mutlak".

Rentetan kasus kecurangan maupun bentuk pelanggaran etika yang lain dalam dunia pendidikan, makin meneguhkan bahwa fungsi dan tujuan pendidkan belum sepenuhnya tercapai. Padahal, berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus mengarah dalam pencapaian tujuan yaitu dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen (stakeholders) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan antar persona di lingkungan sekolah, pengelolaan mata pelajaran, manajemen sekolah, pelaksanaan kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana.

"Untuk itu Aksi 1000 tanda tangan dukungan untuk pendidikan yang didasari dengan nilai-nilai kejujuran ini, sebagai bentuk komitmen sekolah kami, para pengajar, majelis, wali murid dan murid untuk bersama-sama mengedepankan kejujuran dan nilai-nilai akhlakul karimah dan memacu potensi anak untuk mandiri," pungkas Irwan

Ruyati dapat hukuman pancung, Massa Loreng Merah Putih Demo Kedubes Arab Saudi

Simpati untuk TKW Ruyati yang dihukum pancung oleh Pemerintah Arab Saudi terus mengalir. Massa dari Komando Pejuang Merah Putih (KPMP) menggelar aksi dan menyerukan untuk memboikot produk-produk buatan Arab Saudi.

Aksi yang diikuti 100 orang yang kompak mengenakan baju loreng merah putih dan baret merah ini digelar di depan Gedung Kedubes Arab Saudi, Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur, Senin (20/6/2011). Massa menggelar aksi sekitar pukul 09.45 WIB.

Massa memulai aksi dengan melakukan aksi teaterikal yang menggambarkan eksekusi Ruyati. Seorang perempuan mengenakan kerudung warna hijau dan kemeja warna hijau dan celana jeans terlihat berdiri dan dijerat lehernya dengan menggunakan tali tambang.

Tangan kanan dan tangan kiri si perempuan itu dipegangi oleh 2 laki-laki yang mengenakan baju gamis warna putih dan biru lengkap sorban yang menutupi wajahnya.

Ada 1 pria yang mengenakan baju serupa memegang tali yang terjerat di leher perempuan dan kapak untuk memenggal kepala yang terbuat dari gabus. Si laki-laki itu menendangi si perempuan sambil mengacungkan kapak. Perempuan itu menjerit ketakutan.

"Jangan hukum saya. Saya ke sini untuk mencari makan. Kalau saya dipancung bagaimana nasib keluarga saya di sana," kata si perempuan mengiba.

Massa juga menggelar orasi yang menuntut agar menteri tenaga kerja lebih proaktif dalam perlindungan tenaga kerja Indonesia, dan memboikot produk Saudi Arabia. Massa meminta agar bertemu dengan Dubes Saudi Arabia.

Massa berteriak "Ente bahlul...bahlul!"

Keamanan di Kedubes Saudi Arabia diperketat. Sejumlah anggota keamanan membuat pagar betis. Beberapa polisi juga menjaga aksi ini.

Massa membentangkan spanduk berukuran besar bertuliskan "Pulangkan jenazah pahlawan devisa", "Jangan semena-mena menghukum orang yang menjaga kehormatan harga dirinya", dan "Boikot produk Saudi Arabia." Akibat aksi ini lalu lintas di Jalan MT Haryono macet. Pengendara banyak yang berhenti sejenak untuk melihat dan menonton aksi ini. detik .com

Minggu, 12 Juni 2011

ada kursi haram di DPR

Perkara kursi haram kini menghebohkan kalangan DPR. Sejumlah anggota DPR dibuat penasaran siapa orang yang telah duduk di gedung dewan secara ilegal alias haram. Polemik pun muncul.

Ribut soal kursi haram DPR bermula dari laporan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap mantan anggota KPU Andi Nurpati ke polisi. Andi, kini menjabat Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat (PD), dituding memalsukan keputusan MK soal penetapan sengketa perolehan suara Pemilu 2009.

Pada 14 Agustus 2010, KPU mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan siapa yang berhak memiliki kursi DPR dari Dapil Sulsel. Kursi itu disengketakan antara Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura dengan Mestariyani Habie dari Partai Gerindra.

Atas permintaan itu, MK kemudian mengirimkan jawaban tertulis dengan nomor surat 112/PAN MK/2009. Isinya, kursi diberikan kepada Mestariyani.Tapi anehnya, KPU justru menjatuhkan putusan kursi diberikan kepada Dewi Yasin Limpo.

KPU mengaku menetapkan kursi DPR jatuh pada Dewi merujuk pada surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus 2009. Padahal MK baru mengeluarkan jawaban resmi untuk KPU pada 17 Agustus, atau tiga hari setelah surat permintaan KPU itu dilayangkan.

Menemukan kejanggalan itu, MK kemudian mengecek surat MK tertanggal 14 Agustus seperti yang dimaksud KPU, dan membandingkannya dengan surat asli yang dikirim MK pada 17 Agustus. Hasilnya, MK menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewi palsu.

Kini Mestariyani sudah duduk di kursi DPR yang sebelumnya sempat direbut Dewi secara tidak sah. MK kemudian juga melaporkan Andi ke polisi terkait pemalsuan putusan MK itu.

Andi diduga sebagai pihak yang memalsukan karena merupakan orang yang membawa faks yang dikatakan sebagai surat jawaban MK 14 Agustus. Padahal, Andi jugalah yang mengambil surat MK tertanggal 17 Agustus yang diambilnya langsung ke Gedung MK. Entah mengapa ternyata surat itu tidak disampaikan Andi ke rapat KPU.

Sayangnya laporan MK itu disikapi sangat lamban oleh Mabes Polri. MK telah melaporkan kasus itu ke Mabes Polri sejak Februari 2010 lalu, tapi hingga kini polisi belum pernah memeriksa Andi Nurpati.Meski demikian soal kabar kursi haram ini terus menggelinding dan mendatangkan berbagai polemik.

Kasus kursi haram ditengarai tidak hanya sempat dinikmati Dewi Yasin Limpo. Diduga jumlahnya kemungkinan bisa lebih banyak lagi. Apalagi Mahfud MD mengakui memiliki 11 surat salinan dan 3 salinan amar putusan MK yang dilaporkan palsu. Namun MK tidak menindaklanjutinya karena tidak ada pihak terkait yang mengadu ke MK. Kemudian juga Ketua Bawaslu Bambang Eka Cahya juga mencurigai ada dua surat putusan MK yang diduga palsu mengenai gugatan hasil Pemilu 2009.

Tentu saja munculnya kabar kursi haram ini meresahkan anggota dewan. Sejumlah kalangan tidak yakin ada kursi haram itu. Sebaliknya ada kalangan dewan yang yakin kursi haram itu memang ada dan bahkan menganggapnya ada masalah sangat serius di belakang kasus kursi haram itu.

Keyakinan kursi haram DPR tidak ada disuarakan oleh politisi PD yang menjadi rekan sejawat Andi Nurpati. Suara ini misalkan diwakili oleh Ketua DPR Marzuki Alie. “Nggak. Nggak ada,” kata politisi PD itu saat diminta tanggapan soal kursi haram DPR.

Politisi PD lainnya, Didi Irawadi Syamsudin menyarankan pihak yang merasa dirugikan dan bisa menunjukan bukti bahwa dirinya yang sesungguhnya berhak duduk di DPR agar menempuh langkah hukum. "Bila kelak terbukti secara hukum adanya kursi yang tidak sah. Barulah sinyalemen itu kursi haram itu terbukti," kata Didi.

Pendapat politisi PD tentu saja ditentang oleh politisi dari partai lain.Wakil Ketua DPR dari Golkar Priyo Budi Santoso dan Wakil Ketua DPR dari PDIP justru meminta agar kabar kursi haram itu diseriusi. Bila tidak diusut tuntas efeknya akan makin membuat terpuruk citra DPR yang selama ini sudah menjadi bulan-bulanan.

Komisi III DPR dalam waktu dekat akan memanggil Kapolri Jenderal Timor Pradopo dan jajarannya terkait pemalsuan surat putusan MK. Komisi akan menanyakan mengapa Polri tidak kunjung menyidik laporan yang dilayangkan MK sejak 12 Februari 2010 itu.

Komisi II DPR juga tidak mau ketinggalan. Komisi, yang menangani masalah pemerintahan ini akan mendengar keterangan KPU dan Bawaslu tentang adanya surat palsu yang berujung pada kursi haram di DPR. Jika tidak mendapat keterangan memuaskan, maka Komisi II bakal membentuk Panitia Kerja.

Politisi PD tentu saja bersikap hati-hati sebab bila kursi haram DPR itu terbongkar, kejahatan dalam Pemilu 2009 juga bisa ikut terbongkar. Terungkapnya surat palsu mengindikasikan KPU selama ini tidak independen dan cenderung memihak pada penguasa.

"Dengan masuknya Andi Nurpati ke PD dan menjadi salah satu ketua DPP di partai itu. Indikasi tidak independenya KPU sebenarnya sudah terlihat. Dan masalah independensi KPU itu sudah lama kami pertanyakan," ujar Wakil Sekjen DPP PDI Hasto Kristianto kepada detikcom.

Hasto yang gagal melenggang ke Senayan pada Pemilu Legislatif 2009 lalu mengaku sebagai salah seorang yang dirugikan dengan sikap KPU. "Saya berharap DPR bisa mengungkap permainan yang dilakukan KPU maupun KPUD," tegas Hasto.

Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang berpendapat kursi haram DPR menunjukkan adanya ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilu. Untuk membuka lebar-lebar masalah ini harus lewat proses hukum. "Tapi masalahnya, apakah pengadilan akan membuka peluang untuk menyelesaikan masalah ini?" kritis Sebastian.( detik edisi 13 juni 2011 )

Jumat, 10 Juni 2011

Academics, activists top list of KPK candidates

In its search for candidates with integrity and courage, the government committee tasked with selecting candidates to lead the Corruption Eradication Commission (KPK) is encouraging academics and activists to step forward.

Committee head Patrialis Akbar, also the Law and Human Rights Minister, said on Thursday that he would go the extra mile to ensure the best individuals were nominated to lead the KPK.

“We will ‘pick up the ball’ rather than just waiting for registrants. We have sent letters to several institutions, such as the Rectors Forum and NGOs, calling on quality candidates to apply,” he told reporters at his office.

Patrialis added that the committee had also contacted the National Police, the Attorney General’s Office (AGO), and the Supreme Court about the search. “If anyone has information on individuals with the qualifications to lead the KPK, inform us. We will follow up,” he said.

Of the 30 or so candidates who have registered since the committee started the process on May 30, only 11 have met minimum administrative requirements, including five lawyers, a businessmen, a retired civil servant, a retired police officer and a retired military officer.

Patrialis said he remained optimistic that more candidates would register before registration ended ten days from now. “As usual, many will definitely come in at ‘injury time’,” he said.

A team formed last year to select candidates to replace former KPK chairman Antasari Azhar received 427 applications, 285 of whom were declared administratively eligible.

The team was tasked with selecting two candidates for a single KPK leadership position, which eventually went to current KPK chairman Busyro Muqoddas.

This year, the selection committee will select ten candidates to replace the incumbent KPK chairman and four deputy chairmen.

Todung Mulya Lubis, the prominent anti-corruption activist who was also a member of the selection committee last year, shared Patrialis’ optimism.

“The current low number of registrations can not be used as an indicator that fewer people are interested in joining the KPK, or, in general, in the fight against corruption,” he told The Jakarta Post.

Todung said many academics and anti-graft activists would apply. “There are only two basic requirements for KPK leaders: integrity and courage. Many Indonesians meet those criteria,” he said.

Courage was essential, Todung said, especially when it came to vigorous counterattacks against the KPK and political attempts to intervene in the legal processes.

The selection team will announce all eligible candidates after the administrative screening is complete. The committee will also conduct background checks and seek public input.

Govt to entrust gubernatorial elections back to DPRD

The government is considering returning the mechanism in the gubernatorial elections from the current direct system back to vote counting at the Regional Representative Councils (DPRD) for the sake of efficiency and conflict evasion.

Regional Autonomy director general Djohermansyah Djohan said in Bandung, West Java, on Thursday that the mechanism change would be proposed in a draft bill on regional elections together with the revision of the regional administration law to be handed over to the House of Representatives later this month.

“We will return to the indirect gubernatorial election through the DPRD or representative democracy because the governors carry out their duties more as representatives of the central government than as heads of provinces,” Djohermansyah said in a discussion on the dissemination of the grand design for the regional realignment (Desartada) 2010-2025 period.

Deliberation of the draft bill on regional elections, Djohermansyah said, was nearly complete before being disclosed to Cabinet members.

Under the new system, a gubernatorial candidate will be backed up by at least 15 to 20 percent of seats at the DPRD, proposed through the party or faction mechanism, he said.

The candidates will later be registered by the Regional Election Committee (KPUD) before being elected at a special plenary meeting at the DPRD, he said.

Djohermansyah also said the party or faction would be entitled to propose only gubernatorial candidates because it would be the duty of the governor designate to propose three deputy candidates from the provincial administration to the Home Ministry.

Therefore, the position of deputy governor will be filled by a public official at the same level of regional administration, he said.

Djohermansyah disclosed that his office conducted a kind of efficient simulation brought about by the indirect election through the DPRD.

“We have not calculated in detail, but to be extreme, the recent process to elect Soekarwo as the East Java governor in two rounds cost up to Rp 979 billion. Through the DPRD without campaigns, it will cost no more than Rp 100 million mainly to pay election committee members,” Djohermansyah said.

In its latest report in November last year, the International Crisis Group (ICG) recorded that 20 of more than 200 regional polls had turned violent because of mob action supporting losing candidates.

The report highlighted a violent trend that has placed direct local elections under national scrutiny.

With regard to new autonomous regions, Djohermansyah said there would be no new autonomous regions this year even though there had been 186 new proposals received by the Home Ministry thus far.

He said Indonesia made the most regional divisions in the world with 205 new regions in the period
between 1999 and 2009.

Therefore, the government will make a realignment because the many new autonomous regions only burden the state budget, Djohermansyah said, adding that the central government had been forced to earmark Rp 2.6 trillion for the 40 new autonomous regions in 2004. The financial burden jumped to Rp 47.9 trillion in 2010, he said. “It’s a bit ironic that at a time when many countries are reunited, we divide ourselves,” he said( the Jakarta Post )

Mahkamah Agung Bebaskan Terpidana Pemilik Sabu 1 Kg

Mahkamah Agung telah mengabulkan permohonan kasasi Naga Sariawan Cipto alias Liong, terpidana dalam perkara kepemilikan narkoba jenis sabu seberat 1 kilogram.

Sebelumnya, pengusaha muda warga keturunan ini mendapatkan vonis 17 tahun penjara dari Majelis Hakim Pengadilan Negeri, Banjarmasin.

Informasi dihimpun Media Indonesia, dalam petikan keputusan MA No 147/K/Pid Sus/2011 yang diterima pihak PN Banjarmasin, Jumat (10/6), menyebutkan hasil putusan kasasi menyatakan terpidana tidak terbukti bersalah dan membatalkan keputusan banding Pengadilan Tinggi, Banjarmasin.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Rajendra, Jumat (10/6), membenarkan telah menerima petikan putusan MA terkait kasasi Liong melalui fax, namun pihaknya belum dapat berkomentar banyak dan masih akan mempelajarinya.

Sementara, Kepala Bagian Humas Polda Kalsel, Ajun Komisaris Besar, Edi Ciptianto, mengatakan putusan MA tersebut tidak akan menyurutkan komitmen kepolisian untuk memerangi peredaran narkoba. Kalsel sendiri tercatat sebagai daerah peringkat lima peredaran narkoba di Indonesia.

Perkara ini bermula pada akhir Desember 2009 lalu, Polda Kalsel melakukan penggrebekan toko sparepart milik Liong dan mendapatkan paket kiriman narkoba jenis sabu dari Jakarta seberat 1 kilogram.

Pada September 2010, Liong yang menjadi terdakwa divonis bersalah dan dihukum 17 tahun penjara oleh PN Banjarmasin.

Vonis ini juga dikuatkan putusan banding yang dikeluarkan PT Banjarmasin. Dan pada Mei 2011, MA mengabulkan kasasi Liong dan membebaskannya dari hukuman. (OL-12) ( media indonesia )

Gubernur Lemhanas Prihatin Ada yang Tolak Hormati Bendera RI

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Budi Susilo Soepandji meminta Kementerian Agama bisa memberikan fatwa tegas terkait persoalan itu.

Karena bendera merah putih diperjuangkan melalui perjuangan suci, sehingga tidak pas jika kita sebagai generasi penerus tidak mau menghormatinya.

Namun, dia juga mengingatkan supaya dalam penanganannya tidak mengedepankan tindakan refresif. Akan lebih baik jika penyelesaiannya dilakukan lewat jalan dialog.

"Dekati dan diajak bicara, jangan langsung lapor polisi," pesannya.

Sebab, kata Budi, kemungkinan mereka yang tidak mau menghormat bendera itu tidak tahu atau punya cara pandang lain mengenai wawasan kebangsaan. Bisa juga karena mereka yang mengajarkan wawasan kebangsaan itu masih perlu belajar lagi.

"Kami banyak menerima laporan terkait kelompok yang tidak mau menghormat bendera seperti yang terjadi di Karanganyar. Hal ini perlu dipikirkan langkah serius untuk menanganinya," tegas pungkas Budi. (OL-12) ( media Indonesia )

Legislator wants KPK deputies to testify to prove his innocence

A legislator charged with receiving bribes has requested that deputies of the corruption watchdog that detained him testify on his behalf because, according to him, the two went through the same process of meeting someone before undergoing screening for their posts.
Indonesian Democratic Party of Struggle legislator Panda Nababan requested Corruption Eradication Commission (KPK) deputies Bibit Samad Rianto and Chandra M Hamzah to testify to prove his innocence in a bribery case surrounding the 2004 election of Miranda S Goeltom as Bank Indonesia senior deputy governor.
The two met him before undergoing screening for their current positions, in the same manner in which Miranda met him before the election for the bank position.
Panda, along with 24 other politicians, have been detained and stand accused of receiving traveler’s checks to ease Miranda’s way into the post.
The defendant believed KPK investigators had connected Miranda’s victory to a meeting between Miranda and PDI-P politicians at the Dharmawangsa Hotel in South Jakarta a few days before the election.
“Such meetings are common. Candidates present their ideas before lawmakers ahead of the election. In fact, Bibit and Chandra did the same thing before they were elected [as KPK leaders] in 2007,” Panda’s lawyer Patra M. Zein said.
Patra said Bibit and Chandra had met PDI-P members at the Sultan Hotel on two different occasions.
Chandra met Panda to ask for the latter’s support at the Business Center of the Hilton Hotel, while Bibit met him at the hotel’s Nipponkan restaurant.
“The two asked the party to support them in the race to become KPK leaders,” he added.
KPK investigators, he said, cannot use such meetings to base their accusation of bribery against Panda because they were a common practice.
“[By providing] testimonies from these two witnesses, there will be no perception that the meeting between our client … and Miranda Goeltom before the fit and proper test in the House of Representatives was a criminal act,” Patra said.
Bibit and Chandra were not immediately available for comment.

Busyro promises to keep pursuing traveler’s check scam

Newly-elected Corruption Eradication Commission (KPK) chairman Busyro Muqoddas promised that under his leadership the commission will continue to pursue the traveler’s check scandal that allegedly took place during the election of former central bank deputy senior governor Miranda Goeltom.

Busyro said that he would study the case carefully, especially with regard to one key witness, Nunun Nurbaeti, who repeatedly failed to meet court summonses because of personal health problems.

“Of course, after I join the commission we need to sit and discuss the issue along with Pak Bibit cum suis to delve into the existing evidence,” Busyro was quoted by tempointeraktif.com on Friday.

Busyro was referring to his deputies, Bibit Samad Rianto, Chandra M. Hamzah, Haryono Umar and M. Jasin.

Busyro asserted that his team should make sure they manage to gather evidence to build a strong case.

“[Sufficient] evidence is the most important thing before the court. Without that, we cannot properly build any case,” he said.

The traveler’s check case has implicated many House of Representatives politicians. Prosecutors have said the politicians received gratuitous traveler’s checks, and the Corruption Eradication Commission (KPK) has named so far four suspects in the case.

Aside from the traveler check scandal, Busyro also vowed to follow upon the tax mafia case implicating Gayus Halomoan Tambunan.

Judicial Mafia Taskforce member Mas Achmad Santosa said earlier that the KPK has three priority cases it needs to resolve under the new chief.

In addition to the Gayus case and the traveler’s check scam, the commission needs to investigate the Bank Century bailout case, Mas Achmad said. The case is centered around the ballooning of bailout funds, totaling Rp 6.76 trillion (US$730 million). The case dragged the names of Vice President Boediono and former finance minister Sri Mulyani Indrawati into the fray. The two had been subjected to intense public scrutiny, which ultimately culminated in the resignation of Sri Mulyani.

Kamis, 09 Juni 2011

Terima Asimilasi, Dudhie Berkeliaran Bebas di Kantor KPK

Terpidana kasus cek perjalanan Dudhie Makmun Murod hari ini, Kamis (9/6), tampak melengggang bebas di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tanpa dikawal. Berdasarkan pengakuan yang bersangkutan, Dudhie ternyata telah mendapat asimilasi atau bisa keluar dari tahanan tanpa mendapatkan pengawalan. "Sudah, sudah," kata Dudhie, sambil mengacungkan jempolnya saat ditanya apakah benar ia mendapat asimilasi dari Dirjen Pemasyarakatan, di kantor KPK, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (9/6). Dudhie yang hari ini mengenakan coklat lengan panjang itu enggan untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai maksud kedatangannya. Ia meninggalkan kantor KPK sekitar pukul 12:30 WIB dengan menggunakan taxi. Namun, saat dikonfimasi mengenai hal ini, juru bicara KPK, Johan Budi mengatakan hari ini terpidana dalam kasus dugaan suap pemilihan Miranda S Goeltom sebagai Gubernur Senior Bank Indonesia memang hadir di kantor KPK guna dimintai keterangan dalam kasus yang sama. "Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi atas tersangka NN (Nunun)," ujar Johan, dalam pesan singkatnya. Asimilasi diberlakukan bagi tahanan yang telah melewati 2/3 masa tahanannya. Ia diberi kesempatan untuk berbaur dengan masyarakat selama 5-6 jam di pagi hari untuk menjalani aktivitasnya dan malam hari kembali ke rumah tahanan. Dudhie sendiri telah divonis 2 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor sejak Mei 2010 dan menjalani masa tahanan sejak 11 Februari 2010. Dengan demikian, sesuai peraturan perundang-undangan, yang bersangkutan memang berhak untuk mendapat asimilasi. (*/OL-11) (Media Indonesia edisi 9 June 2011)

Rabu, 08 Juni 2011

Toisutta Jamin Pengangkatan KSAD Bebas Intervensi

Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal George Toisutta menjamin pengangkatan KSAD yang baru bebas intervensi dari pihak mana pun. "Di lingkungan TNI AD ada tujuh letnan jenderal. Semua memiliki peluang yang sama untuk menjadi pengganti saya," katanya seusai membuka Pekan Olahraga TNI Angkatan Darat (Porad) VII di Surabaya, Kamis (9/6). Terkait munculnya nama Letjen Pramono Edhie Wibowo yang juga ipar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, KSAD menegaskan, tidak serta-merta peluang enam calon lainnya akan hilang. "Dalam pengangkatan KSAD tidak ada ipar-iparan. Semua diangkat secara profesional," kata George yang mengakhiri kariernya di militer pada 30 Juni 2011 itu. Kalau pun Pramono nanti terpilih sebagai KSAD, maka George meminta masyarakat untuk tidak melihatnya sebagai adik dari istri Presiden, Ny Ani Yudhoyono, tetapi harus memandangnya sebagai prajurit TNI yang profesional. "Dia itu mengawali kariernya di TNI mulai dari letnan dua. Dia sangat berpengalaman dalam berbagai medan penugasan sehingga harus dilihatnya secara profesional," katanya. Ia mengemukakan bahwa ketujuh nama calon KSAD yang semuanya jenderal bintang tiga itu akan diseleksi secara ketat di internal lingkungan Mabes TNI AD. "Sampai sekarang memang belum ada seleksi, tapi secepatnya akan kami lakukan di internal TNI AD," kata George menambahkan. Dia berharap bahwa penggantinya kelak lebih baik lagi sehingga mampu membawa peningkatan atas kinerja prajurit matra darat tersebut. Selama ini, nama Letjen Pramono Edhie Wibowo yang menjabat Panglima Komando Strategi TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) menguat dalam pencalonan KSAD. (Ant/wt/X-12) ( media Indonesia edisi 9 juni 2011)