Pages

Minggu, 12 Juni 2011

ada kursi haram di DPR

Perkara kursi haram kini menghebohkan kalangan DPR. Sejumlah anggota DPR dibuat penasaran siapa orang yang telah duduk di gedung dewan secara ilegal alias haram. Polemik pun muncul.

Ribut soal kursi haram DPR bermula dari laporan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap mantan anggota KPU Andi Nurpati ke polisi. Andi, kini menjabat Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat (PD), dituding memalsukan keputusan MK soal penetapan sengketa perolehan suara Pemilu 2009.

Pada 14 Agustus 2010, KPU mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan siapa yang berhak memiliki kursi DPR dari Dapil Sulsel. Kursi itu disengketakan antara Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura dengan Mestariyani Habie dari Partai Gerindra.

Atas permintaan itu, MK kemudian mengirimkan jawaban tertulis dengan nomor surat 112/PAN MK/2009. Isinya, kursi diberikan kepada Mestariyani.Tapi anehnya, KPU justru menjatuhkan putusan kursi diberikan kepada Dewi Yasin Limpo.

KPU mengaku menetapkan kursi DPR jatuh pada Dewi merujuk pada surat jawaban MK tertanggal 14 Agustus 2009. Padahal MK baru mengeluarkan jawaban resmi untuk KPU pada 17 Agustus, atau tiga hari setelah surat permintaan KPU itu dilayangkan.

Menemukan kejanggalan itu, MK kemudian mengecek surat MK tertanggal 14 Agustus seperti yang dimaksud KPU, dan membandingkannya dengan surat asli yang dikirim MK pada 17 Agustus. Hasilnya, MK menyatakan surat 14 Agustus yang dijadikan dasar penetapan kursi bagi Dewi palsu.

Kini Mestariyani sudah duduk di kursi DPR yang sebelumnya sempat direbut Dewi secara tidak sah. MK kemudian juga melaporkan Andi ke polisi terkait pemalsuan putusan MK itu.

Andi diduga sebagai pihak yang memalsukan karena merupakan orang yang membawa faks yang dikatakan sebagai surat jawaban MK 14 Agustus. Padahal, Andi jugalah yang mengambil surat MK tertanggal 17 Agustus yang diambilnya langsung ke Gedung MK. Entah mengapa ternyata surat itu tidak disampaikan Andi ke rapat KPU.

Sayangnya laporan MK itu disikapi sangat lamban oleh Mabes Polri. MK telah melaporkan kasus itu ke Mabes Polri sejak Februari 2010 lalu, tapi hingga kini polisi belum pernah memeriksa Andi Nurpati.Meski demikian soal kabar kursi haram ini terus menggelinding dan mendatangkan berbagai polemik.

Kasus kursi haram ditengarai tidak hanya sempat dinikmati Dewi Yasin Limpo. Diduga jumlahnya kemungkinan bisa lebih banyak lagi. Apalagi Mahfud MD mengakui memiliki 11 surat salinan dan 3 salinan amar putusan MK yang dilaporkan palsu. Namun MK tidak menindaklanjutinya karena tidak ada pihak terkait yang mengadu ke MK. Kemudian juga Ketua Bawaslu Bambang Eka Cahya juga mencurigai ada dua surat putusan MK yang diduga palsu mengenai gugatan hasil Pemilu 2009.

Tentu saja munculnya kabar kursi haram ini meresahkan anggota dewan. Sejumlah kalangan tidak yakin ada kursi haram itu. Sebaliknya ada kalangan dewan yang yakin kursi haram itu memang ada dan bahkan menganggapnya ada masalah sangat serius di belakang kasus kursi haram itu.

Keyakinan kursi haram DPR tidak ada disuarakan oleh politisi PD yang menjadi rekan sejawat Andi Nurpati. Suara ini misalkan diwakili oleh Ketua DPR Marzuki Alie. “Nggak. Nggak ada,” kata politisi PD itu saat diminta tanggapan soal kursi haram DPR.

Politisi PD lainnya, Didi Irawadi Syamsudin menyarankan pihak yang merasa dirugikan dan bisa menunjukan bukti bahwa dirinya yang sesungguhnya berhak duduk di DPR agar menempuh langkah hukum. "Bila kelak terbukti secara hukum adanya kursi yang tidak sah. Barulah sinyalemen itu kursi haram itu terbukti," kata Didi.

Pendapat politisi PD tentu saja ditentang oleh politisi dari partai lain.Wakil Ketua DPR dari Golkar Priyo Budi Santoso dan Wakil Ketua DPR dari PDIP justru meminta agar kabar kursi haram itu diseriusi. Bila tidak diusut tuntas efeknya akan makin membuat terpuruk citra DPR yang selama ini sudah menjadi bulan-bulanan.

Komisi III DPR dalam waktu dekat akan memanggil Kapolri Jenderal Timor Pradopo dan jajarannya terkait pemalsuan surat putusan MK. Komisi akan menanyakan mengapa Polri tidak kunjung menyidik laporan yang dilayangkan MK sejak 12 Februari 2010 itu.

Komisi II DPR juga tidak mau ketinggalan. Komisi, yang menangani masalah pemerintahan ini akan mendengar keterangan KPU dan Bawaslu tentang adanya surat palsu yang berujung pada kursi haram di DPR. Jika tidak mendapat keterangan memuaskan, maka Komisi II bakal membentuk Panitia Kerja.

Politisi PD tentu saja bersikap hati-hati sebab bila kursi haram DPR itu terbongkar, kejahatan dalam Pemilu 2009 juga bisa ikut terbongkar. Terungkapnya surat palsu mengindikasikan KPU selama ini tidak independen dan cenderung memihak pada penguasa.

"Dengan masuknya Andi Nurpati ke PD dan menjadi salah satu ketua DPP di partai itu. Indikasi tidak independenya KPU sebenarnya sudah terlihat. Dan masalah independensi KPU itu sudah lama kami pertanyakan," ujar Wakil Sekjen DPP PDI Hasto Kristianto kepada detikcom.

Hasto yang gagal melenggang ke Senayan pada Pemilu Legislatif 2009 lalu mengaku sebagai salah seorang yang dirugikan dengan sikap KPU. "Saya berharap DPR bisa mengungkap permainan yang dilakukan KPU maupun KPUD," tegas Hasto.

Ketua Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang berpendapat kursi haram DPR menunjukkan adanya ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilu. Untuk membuka lebar-lebar masalah ini harus lewat proses hukum. "Tapi masalahnya, apakah pengadilan akan membuka peluang untuk menyelesaikan masalah ini?" kritis Sebastian.( detik edisi 13 juni 2011 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar