Pages

Rabu, 22 Juni 2011

orang indonesia tak mau donor mata karena tabu

Di Indonesia jumlah orang yang mau mewasiatkan matanya untuk didonorkan setelah meninggal sangatlah sedikit. Padahal donor mata sangat dibutuhkan bagi orang yang mengalami kebutaan kornea. Tabu menjadi alasan orang tak mau jadi donor mata.

"Kebutaan kornea beda dengan buta yang lain. Ini disebabkan oleh trauma, kecelakaan, infeksi atau akibat lupa melepas lensa kontak saat tidur," jelas Dr. dr. Tjahjono Darminto Gondhowiardjo, Sp.M, anggota baru Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) saat kuliah innaugurasi 'Menguak 'Jendela Hati' Sebagai Embrio Proses Berpikir Manusia' di RSCM, Jakarta, Rabu (22/6/2011).

Menurut Dr Tjahjono, kebutaan kornea hanya bisa diatasi dengan cangkok atau transplantasi kornea dari orang yang mau mendonorkan matanya.

Sekarang donor mata diperoleh dari orang yang bersedia mewasiatkan matanya untuk didonorkan saat meninggal kelak.

"Tapi jumlah orang yang mau jadi pendonor mata setelah meninggal sangatlah sedikit. Padahal mata tersebut menjadi besar manfaatnya bagi orang hidup yang membutuhkannya," ujar Dr Tjahjono.

Kendalanya, lanjut Dr Tjahjono, pertama karena ketidakpedulian dan kedua tabu.

"Banyak orang menganggap bahwa donor mata itu tidak boleh karena mata diminta pertanggungjawabannya di akhirat. Mereka takut kalau nanti matanya dipakai untuk hal-hal yang jahat. Padahal mata dan penglihatan adalah hal yang beda," jelas Dr Tjahjono.

Di Jakarta, data dari Bank Mata Indonesia mencatat baru ada sekitar 20.000 orang yang mendaftar menjadi pendonor mata, sedangkan di luar Jakarta jumlahnya tidak sampai 5.000 orang.

Dan sayangnya, menurut Dr Tjahjono, orang yang mau jadi pendonor mata mendaftar pada usia yang relatif muda. Hal ini akhirnya menyebabkan jumlah pendonor mata di Indonesia tidak bertambah, karena mata didonorkan saat orang sudah meninggal.

Dr Tjahjono juga menyebutkan bahwa hanya ada 2 sampai 3 populasi yang rutin menjadi donor. Sedangkan di luar kelompok itu sangat sedikit. Akhirnya Indonesia bergantung pada donor dari luar negeri.

"Meski secara medis kualitas mata yang didonorkan dari luar negeri baik, tapi setelah sampai disini sudah masuk ambang batas kadaluarsa. Maka kita membutuhkan donor dari dalam negeri," papar Dr Tjahjono.

Jumlah calon donor yang terdaftar di Bank Mata Indonesia relatif sangat rendah apabila dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia, begitu pula jumlah kornea donor lokal bila dibandingkan jumlah kornea donor yang berasal dari Srilangka, India, Belanda maupun Amerika Serikat.

Jika menilik negara lain, pemerintah Singapura pada tahun 2010 mengalokasikan anggaran sebesar S$5.000.000 untuk lebih mengembangkan kualitas Bank Mata. Pemerintah Singapura juga telah menerapkan peraturan bahwa setiap orang yang meninggal adalah calon donor kecuali membuat pernyataan menolak menjadi donor.

Filipina pada tahun 1995 justru melakukan amandemen Undang-undang Donasi Organ. Perubahan itu antara lain memberikan mandat atas nama hukum kepada dokter yang merawat, direktur RS atau petugas yang ditunjuk, untuk mengizinkan pengambilan kornea jenazah kasus-kasus kecelakaan dan medico-ilegal yang meninggal atau jenazah berada di RS, apabila tidak ada keluarga dalam tempo 12 jam (yang awalnya 48 jam).

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Jika Anda berminat untuk menjadi donor mata setelah meninggal kelak, Anda bisa mendaftarkan diri di Bank Mata Indonesia. Untuk Jakarta bisa di bagian mata RSCM dan RS Mata Aini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar